Kader itu bernama Pak Harto

PDPMSRAGEN.OR.ID -Sejenak menepi dari hangatnya kota kelahiran Kiai Ahmad Dahlan menuju ke arah Godean. Kurang lebih 5km ke selatan pasar akan kita temukan tempat menarik yang berada di tengah kampung kemusuk Kabupaten Bantul. Sebuah museum yang dibangun oleh Pak Probosutedjo ini dahulu hanyalah sebuah “gubug” tempat lahir seorang anak petani bernama Soeharto. Dibangun sebagai sebuah memorial perjalanan hidup dari kakak angkat Pak Probo yang memang benar benar lahir dari “wong Cilik”.
Seperti yang digambarkan sebait paragraf dalam buku Gerakan 30 september karya Julius Pour:

“Ketika Soeharto dilahirkan, di langit tidak ada tanda tanda kudus, tidak ada letusan gunung berapi dan juga tidak ada sebutan Putra Fajar seperti diramalkan kepada anak orang kaya, berpengaruh dan selalu ingin mengagungkan dirinya sendiri. Kelahiran Soeharto tidak berbeda dengan kelahiran anak dusun dengan orang tua melarat, tetapi punya senyum kebahagiaan.”

Tak pernah dinyana dalam pikir Kertosudiro, seorang petani miskin dari dusun kemusuk bahwa kelak salah satu putranya akan menjadi orang nomer 1.

Walaupun dalam sejarah hidup tidak pernah memegang NBM (No.Baku Muh; KTA Muhammadiyah) namun bukanlah suatu hal yang berlebihan bila saya mengatakan Soeharto adalah putra Sang Surya asli tanpa harus sibuk meminta legitimasi. Karakter pribadi kuat yang terbangun melalui kepanduan hizbul wathan di masa kecilnya selalu membersamai sepak terjang beliau dalam karier militer, baik ketika menjadi kepercayaan Pak Dirman dalam serangan umum Yogyakarta dan juga mandala pembebasan irian barat.

Begitu cintanya Beliau kepada Pak AR Fachruddin ketua PP Muhammadiyah pada waktu itu yang pernah ditawari menjadi Menteri Agama namun ditolak oleh pak AR. Di lain waktu ketika Pak AR mengutarakan bahwa Muhammadiyah berencana membangun universitas, tanpa berpikir panjang Soeharto menyuruh ajudannya untuk menyampaikan titipan pribadi kepada pak AR yang ternyata berisi sebuah cek dengan nominal besar untuk modal pembangunan universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Kasihan Bantul.

Menukil dari web Sangpecerah.id, bagaimana Pak Sukriyanto AR (Putera Kiai AR) pernah mendengar kisah langsung dari Ali Affandi anggota Sekretariat Negara, “jika ada permintaan bantuan dari Muhammadiyah kepada kepada saya secara pribadi, jangan ditolak. Langsung serahkan kepada saya suratnya,” ujar Pak Harto kepada Ali Affandi saat itu.

Dan dalam pembukaan Muktamar ke-43 Muhammadiyah di Aceh, tanpa memegang teks dengan bangganya beliau menyampaikan bahwa dirinya adalah bibit Muhammadiyah yang ditanam di bumi Indonesia. “Semoga apa yang saya lakukan tidak mengecewakan Muhammadiyah”, akhir pidato dari Pak Harto yang disambut dengan riuh tepuk tangan peserta muktamar di stadion Lam Pineung Banda Aceh.

Walaupun banyak kontroversi juga pro dan kontra, bagi saya pribadi beliau adalah orang tua kita. Tidak akan pernah ada manusia sempurna, termasuk Soeharto.


Sebagai generasi muda dan sesama Kader Sang Surya alangkah bijaknya bila kita “Mikul duwur mendhem jero”. Yang tidak baik kita pendam dan dijadikan pelajaran agar tidak dicontoh, dan yang baik kita teruskan.
Semoga segala amal ibadah diterima oleh Allah dan diampuni segala kesalahannya. Aamiin

*) Dua Putra Hizbul Wathan Pandu Muhammadiyah. Foto Pak Harto mendampingi Pak Dirman kembali dari Gerilya, koleksi museum HM Soeharto Kemusuk Bantul.

————————–
Fauzi Ichwani
Ketua Bidang Seni Budaya & Olahraga
Pemuda Muhammadiyah Sragen
—————————


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *